Q
@qlooney.bsky.social
9 followers 12 following 210 posts
Anime fan. Kuli kesehatan. Semua kejadian berdasarkan pengalaman pribadi, kecuali yang dinyatakan bukan.
Posts Media Videos Starter Packs
The kid was around 6-7 years old, btw 😅
Baru setengah bengong, tiba-tiba, bapaknya maju, lalu megang kerah baju anaknya sambil ngomong:
“Heh! Ngomong apa lu? Gue gampar lu ya!”



Setelah bengong kita selesai sempurna, we decided:
a woman holding a tablet with the words " i can come back later " below her
ALT: a woman holding a tablet with the words " i can come back later " below her
media.tenor.com
[K]: “Ah kamu. Makanya, kalo di anak itu ada seninya. Gimana caranya kamu deketin si anak”
[K]: “Udah sini, Saya lgsg periksa aja anaknya”
Masuklah kami ke bangsalnya. Kebetulan kedua ortunya ada di situ.
[K]: “Permisi bapak, ibu, Saya periksa dulu ya anaknya”
Ibu: “Oh, baik dok. Silahkan”
Paginya, kebetulan [K]onsulen udah dateng krn beliau ada keperluan siangnya jadi visit pagi, berbarengan sama [M]e yg mau ke ruangan si “anak baru” semalem.

[K]: “Pasien baru?”
[M]: “Iya dok, semalam”
[K]: “Kok baru skrg?”
[M]: “Anaknya ngamuk, jerit2 dok. Ganggu pasien yg lain” *keringet dingin
Pernah pas lagi jaga bangsal anak, malem2 ada pasien baru masuk dari IGD. Demam, sakit perut, ada diare.

Setelah operan ya mau periksa lah pasiennya. Si anak, ngamuk. Nggak mau diperiksa, sambil teriak2. Ya kan ngeganggu pasien lain. Jadi ya periksa singkat, lalu rencana lanjut pagi aja.
Otomatis informasi ya dari ortunya. Itupun kadang ketambahan kekhawatiran mereka.

Dan namanya anak, kan ada yg “niru” ortunya ya. Jadi ortunya “ini dia sakit perutnya”, pas diperiksa perutnya anaknya ya “sakit”, tapi ekspresinya datar. 😅
Jaman koas anak dulu, konsulen itu sering bilang, “seni”-nya pediatri itu adalah ketika kita ingin anamnesa untuk mendapatkan keterangan gejala apa yang dialami oleh pasien.

Kenapa? Ya karena anak kan kadang blm bisa deskripsikan yg dirasa dengan akurat. Apalagi kalo udah nangis ketakutan duluan.
Ternyata, masih lanjut, “pokoknya saya mau dateng ke situ jam xx, harus ada tempat, biar nggak wasting time.”

Lha gimana konsepnya? Dijelasin lagi, tdk bisa dijanjikan krn IGD tdk bisa diprediksi pasiennya.

“Saya ini lg batuk pilek, saya nggak mau lama2 di RS”

…sepertinya konsep gadar kami beda…
a close up of a cat 's face with math equations on it 's face .
ALT: a close up of a cat 's face with math equations on it 's face .
media.tenor.com
Jadi agak aneh ya, kalo IGD ditelpon, ditanya: “kalo saya ke sana, langsung ditangani nggak?” Ya dijawabnya iya.

Lalu pertanyaan berikutnya, “lagi rame nggak IGDnya? Saya nggak mau kalo masih hrs nunggu lagi”. Lha ya jawabnya tidak bisa prediksi, IGD mana tau akan ada pasien masuk jam brp…
Tipe pasien itu memang macem2, tapi ya semua tetap dilayani. Cuma, kadang sulit juga memenuhi “ekspektasi” mereka.

Apalagi IGD. Pintunya terbuka 24 jam, nggak ada sistem ambil nomor antrian, yang ada cuma sistem triage. Dan, yang paling utama, TIDAK BISA DIPREDIKSI siapa atau kapan pasien datang.
sepertinya begitu 😅
Sayup-sayup kedengeran:
[P]: "Kamu ngomong apa ke dokternya?"
[I]: "Ya aku nanya kok belum diapa2in"
[P]: "Lah yang jahit sama perban ya dokternya, emang aku bisa kerjain ini sendiri?"

🤣
[P]asiennya keliatan bingung
[P]: "Eh? Kan tadi yang jahit dokter..."
[M]: "Oh berarti udah selesai ditanganin ya. Jadi gimana? Ada keluhan pusing? Kalo ada keluhan lain ya mungkin perlu rontgen atau CT scan"
[P]: "Hmm... saya ngobrol dulu sama keluarga ya Dok"
[M]: "Silahkan" *balik ke meja
[I]: "Itu yang kecelakaan"
[M]: "Oh coba kita ke pasiennya ya Bu, biar nggak salah"
Jalanlah kami ke pasiennya
[M]: "Ini pasiennya?"
[I]: "Iya"
Me, ngomong ke pasiennya:
[M]: "Maaf, tadi waktu dateng, lukanya udah dibersihin sama dijahit dulu ya sebelum dibawa ke sini?" *dengan nada lembut 😁
Abis si Ibu duduk, yours truly juga duduk.
Baru duduk si Ibu langsung ngomong:
[I]: "Ini gimana? Kok keluarga saya nggak diapa2in dari tadi?"
[M]e: *Ha? Ini bener keluarganya kan?
[M]e: "Oh, maaf. Keluarga Ibu yang mana?" *I know ini keluarganya, wong tadi liat dia ke situ, cuma making sure aja. 🤭
Ya udahlah ya biar ketemu dulu. Pasti kan khawatir dikabarin kalo kecelakaan. Nanti kalo udah ketemu, udah liat kondisinya, baru bisa kita jelaskan lebih lanjut.

Nggak lama, si ibu nyamperin.
[I]bu: "Dokter yang nanganin keluarga saya?"
[M]e: "Iya, Bu. Silahkan."
*sambil mempersilahkan duduk
Sambil nunggu keluarga ya pasien kita istirahatkan di bed yang agak ujung supaya nggak terlalu terganggu sama pasien dan nakes yang lalu lalang di IGD.

Setelah selesai periksa beberapa pasien, ada ibu-ibu masuk IGD, nanya ke perawat terus nyamperin pasien itu tadi.

"Oh ini keluarganya" dalam hati
Pasien setuju dijahit, tapi kalau untuk pemeriksaan lain-lain dia minta kita tunggu keluarganya dulu. Sekalian dia bilang untuk administrasi juga menunggu keluarga dulu.

Ya nggak masalah. Langsung kita jahit luka, perban, sama perawat dibersihin badannya, dipakein baju pasien karena bajunya robek.
Karena sadar, nggak ada luka, nggak ada muntah dan primary survey aman semua, kita lanjut nanganin lukanya.

Sambil dibersihin lukanya, diedukasi kalau luka di lengan harus dijahit. Sekalian dijelasin kalau ada keluhan lain terutama kepala, tolong lapor karena mungkin perlu CT scan kepala.
Ada korban kecelakaan dibawa ke IGD, luka robek di tangan, dan lecet2 di kaki. Kecelakaan tunggal, jatuh dari sepeda motor. Nggak pake helm, jadi ada kemungkinan kepala terbentur.

Nggak ada luka sih di kepala cuma kata yg nolong, dia sempat pingsan

Di IGD untungnya sudah siuman dan sadar penuh.
Rasanya hampir semua IGD di negeri ini pasti pernah denger komentar atau cerita dgn kata2: "di RS itu nggak diapa-apain".

Dan ya, tentu saja, sebagai salah satu mahluk yang sering berada di IGD, pasti pernah berjumpa kata-kata pamungkas itu.

Jadi ceritanya begini ... *bgm on*
Yah... Semoga aja ada titik terang soal ini bagaimana kelanjutannya. Kalo emang belum "mateng" ya nggak usahlah cek ombak dulu. Dimasak yang bener biar pas disajikan itu nggak alot karena masih mentah.